Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)

    Sebagai seorang pendidik kita bertanggung jawab untuk mampu menyediakan pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran berkualitas dapat dilihat dari segi proses dan hasilnya. Proses pembelajaran yang berkualitas menempatkan siswa sebagai subyek belajar yang memungkinkan siswa dapat melakukan kontrol, melakukan pilihan-pilihan yang memungkinkannya terlibat secara fisik, emosional, dan mental dalam proses belajar serta lingkungan yang memberinya kebebasan menentukan pilihan belajar sesuai dengan kemampuan dan kemauannya sehingga aspek kognitif, afektif serta psikomotornya dapat berkembang dengan baik.
    National Council of Teachers Mathematics (NCTM) menetapkan standar-standar kemampuan matematis yang harus dimiliki oleh siswa seperti pemecahan masalah, penalaran dan pembuktian, komunikasi, koneksi, dan representasi. Untuk mencapai hal tersebut disebutkan bahwa dalam pembelajaran matematika yang efektif, guru membutuhkan pemahaman apa yang siswa ketahui dan apa yang penting untuk dipelajari dan kemudian menantang serta mendukung siswa untuk mempelajarinya dengan baik. Siswa harus belajar matematika dengan pemahaman, secara aktif membangun pengetahuan baru dari pengalaman dan pengetahuan sebelumnya. Sedangkan dari segi hasil, pembelajaran berkualitas diindikasikan dengan tingginya efektivitas, efisiensi, dan daya tarik pembelajaran pada diri siswa sebagai subyek belajar.
      Proses belajar siswa hanya akan terjadi jika pengetahuan (knowledge) yang dipelajari bermakna bagi siswa. Suatu pengetahuan akan menjadi bermakna bagi siswa jika proses pembelajaran dilaksanakan dalam suatu konteks atau pembelajaran menggunakan permasalahan realistik. Saat menghadapi suatu masalah matematika, siswa biasanya berusaha mengerahkan pikirannya untuk mengingat kembali dan memanfaatkan prosedur matematika yang sesuai dengan masalah yang hendak dipecahkan. Pemilihan konteks yang baik akan menyebabkan siswa terlibat dalam suatu usaha belajar atau pemecahan masalah secara aktif. Ketika masalah matematika disajikan dengan menggunakan konteks tertentu, maka pemecahan masalah yang dilakukan siswa mungkin saja tidak menggunakan prosedur matematika formal tetapi menggunakan prosedur informal berdasarkan pengetahuan yang sudah dimiliki siswa pada konteks tersebut.
    Realistic Mathematics Education (RME) merupakan suatu pendekatan dalam pembelajaran matematika di Belanda. RME lahir sekitar tahun 1971 sebagai sebuah karya pembaharuan pendidikan matematika yang dipelopori oleh Hans Freudenthal dengan lembaganya Freudenthal Institute. Pendidikan matematika hasil adaptasi dari Realistic Mathematics Education (RME) yang telah diselaraskan dengan kondisi budaya, geografi, dan kehidupan masyarakat Indonesia diberi nama Pendidikan Matematika Realistik Indonesia (PMRI). PMRI dapat disingkat menjadi “Pendidikan Matematika Realistik” dan secara operasional sering disebut “Pembelajaran Matematika Realistik (PMR)”.
        PMR merupakan inovasi dalam pendidikan matematika yang sejalan dengan teori konstruktivisme. PMR memperhatikan adanya potensi anak atau siswa yang harus dikembangkan yang berdampak kepada cara guru dalam mengelola pembelajaran matematika sehingga akan berakibat juga pada cara siswa membiasakan diri melakukan kegiatan yang diharapkan muncul sesuai dengan kemampuan dirinya. PMR memandang matematika sebagai aktivitas manusia (mathematics as human activity). Ini berarti bahwa matematika bukanlah suatu produk jadi yang siap pakai, melainkan sebagai suatu bentuk kegiatan dalam mengonstruksi konsep matematika. Matematika harus dekat dengan siswa dan relevan dengan kehidupan nyata sehari-hari
        Pembelajaran matematika realistik memiliki karakteristik sebagai berikut:
1. Menggunakan konteks
Konteks tidak harus berupa masalah dunia nyata namun bisa dalam bentuk permainan, penggunaan alat peraga, atau situasi lain selama hal tersebut bermakna dan bisa dibayangkan dalam pikiran siswa. Masalah kontekstual disajikan di awal pembelajaran memungkinkan siswa untuk membangun atau menemukan suatu konsep, definisi, operasi ataupun sifat matematis, serta cara pemecahan masalah. Masalah kontekstual disajikan di tengah pembelajaran bila dimaksudkan untuk memantapkan apa yang telah dibangun atau ditemukan. Sedangkan masalah kontekstual disajikan di akhir pembelajaran bila dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan siswa mengaplikasikan apa yang telah dibangun atau ditemukan.
2. Penggunaan Model untuk Matematisasi Progresif
Pembelajaran suatu topik matematika bergerak dari berbagai tingkat abstraksi. Dalam abstraksi itu perlu digunakan model. Model ini bisa konkret berupa benda atau semikonkret berupa gambar atau skema yang dimaksudkan sebagai jembatan dari konkret ke abstrak atau dari abstrak ke abstrak yang lain. Model yang serupa atau mirip dengan masalah nyata disebut model of, sedangkan model yang lebih umum yang mengarahkan siswa ke pemikiran abstrak atau matematika formal disebut model for.
3. Pemanfaatan Hasil Konstruksi Siswa
Siswa sebagai subjek belajar memiliki kebebasan untuk mengembangkan strategi pemecahan masalah sehingga diharapkan akan memperoleh strategi yang bervariasi. Hasil kerja dan konstruksi siswa selanjutnya digunakan untuk landasan pengembangan konsep matematika. Selain bermanfaat untuk siswa dalam memahami konsep matematika, prinsip ini juga dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa.
4. Interaktivitas
Dalam pembelajaran sangat diperlukan adanya interaksi, baik antar siswa, siswa dan sarana, atau siswa dan guru selaku fasilitator. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengomunikasikan ide mereka melalui proses belajar interaktif, seperti presentasi individu, diskusi kelompok, negosiasi, dan berbagai aktivitas lain. Pemanfaatan interaksi dalam pembelajaran matematika bermanfaat dalam mengembangkan kemampuan kognitif dan afektif siswa secara simultan.
5. Keterkaitan (Intertwinement)
Matematika adalah suatu ilmu yang terstruktur dengan konsistensi yang ketat. Banyak konsep matematika yang memiliki keterkaitan sehingga dimungkinkan adanya integrasi antar topik, bahkan mungkin saja antara matematika dan bidang pengetahuan lain. Melalui keterkaitan ini, satu pembelajaran matematika diharapkan bisa mengenalkan dan membangun lebih dari satu konsep matematika secara bersamaan (walau ada konsep yang dominan).
LihatTutupKomentar