Pembelajaran Sosial dan Emosional

    Pembelajaran sosial dan emosional menjadi salah satu hal mendasar yang harus dilakukan secara kolaboratif di sekolah. Seperti kita ketahui bersama bahwa manusia bereksistensi ragawi dan rohani, serta sebagai mahluk individu sekaligus mahluk sosial. Selain kondisi fisik yang harus dijaga kesehatannya, penting juga memastikan kondisi mental tetap stabil atau terkontrol. Terpenuhinya unsur individu ini memungkinkan seseorang menemukan kabahagiaan atau rasa nyaman bagi dirinya. Namun demikian rasa nyaman yang dirasakan oleh seseorang tidak boleh dicapai dengan melanggar hak dari orang lain. Mengingat pentingnya hal tersebut, setiap orang perlu memahami fungsi dan perannya terhadap diri sendiri maupun orang lain. Hal ini bisa diperoleh melalui pembelajaran sosial dan emosional.
    Secara umum pembelajaran sosial dan emosional memiliki tujuan untuk:
1. memberikan pemahaman, penghayatan dan kemampuan untuk mengelola emosi
2. menetapkan dan mencapai tujuan positif
3. merasakan dan menunjukkan empati kepada orang lain
4. membangun dan mempertahankan hubungan yang positif serta
5. membuat keputusan yang bertanggung jawab
   Sekolah merupakan tempat untuk melatihkan kemampuan sosial dan emosional secara terpadu. Dalam pembelajaran sosial emosional ini, baik guru maupun siswa harus sama-sama terlibat secara aktif selama proses pembelajaran berlangsung. Terdapat lima kompetensi pembelajaran sosial dan emosional yaitu:
  1. Kesadaran diri, yaitu berkaitan dengan kemampuan untuk mengenali diri secara akurat mengenai emosi, pikiran dan nilai atau value diri. Banyak orang yang kesulitan mengenali emosi atau suasana hati mereka sehingga timbul kegalauan tidak menentu yang kemudian berakibat pada kurangnya rasa menerima terhadap diri sendiri maupun reaksi yang muncul tanpa terkendali. Ada satu pepatah yang mengatakan bahwa tak kenal maka tak sayang. Hal ini juga berlaku pada diri kita, dengan mengenali diri sama artinya kita menyayangi diri sendiri.
  2. Pengelolaan diri berkaitan dengan kemampuan untuk mengatur emosi, pikiran, perilaku di berbagai situasi. Setelah seseorang bisa mengenali dirinya secara sadar, ia akan lebih mudah untuk mengendalikan emosinya. Kemampuan ini tentu tidak muncul secara tiba-tiba. Ada faktor internal dan juga eksternal yang ikut membentuk kemampuan pengelolaan diri.
  3. Kesadaran sosial berkaitan dengan kemampuan untuk bisa berempati dengan orang lain dan mengambil perspektif dari berbagai sudut pandang. Dalam trilogi taman siswa kita mengenal istilah tringa yaitu ngerti, ngrasa, nglakoni. Dilihat dari konteks pembelajaran sosial emosional, kita dituntut untuk tidak hanya tahu dan mengerti saja, namun bagaimana kita menyadari dan ikut merasakan suatu kondisi yang dialami oleh orang lain sehingga selanjutnya akan menggerakkan diri kita untuk memandang kondisi tersebut secara positif dan siap membantu.
  4. Keterampilan sosial berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk membangun dan memelihara suatu hubungan yang sehat antar individu dan kelompok. Baik untuk diri sendiri saja tidak cukup, namun bagaimana agar kebaikan kita bisa dirasakan manfaatnya oleh orang lain itulah arti kebermanfaatan diri. Seseorang yang memiliki keterampilan sosial yang baik akan mampu merespon tantangan dari luar secara positif dan produktif. Ia mampu berkolaborasi dan bekerjasama menggabungkan hal-hal positif dan potensi yang dimilikinya untuk kemajuan bersama.
  5. Pembuatan keputusan bertanggungjawab yaitu kemampuan yang berkaitan dengan pembuatan pilihan konstruktif yang benar dan cara bertindak sesuai etis, norma sosial dan keselamatan.
Semua kompetensi sosial emosional tersebut bersifat dinamis dan harus selalu diasah/dilatih terus-menerus. Keluarga menjadi tempat pertama yang menanamkan pondasi tentang lima kompetensi tersebut dan selanjutnya sekolah ikut menumbuhkannya dalam diri siswa sehingga mendarah daging dan menjadi karakter yang kuat. Oleh karena itu peran guru menjadi sangat urgen dalam menumbuhkembangkan tercapainya kompetensi sosial emosional. Sekolah sebagai lingkungan belajar siswa harus memberikan suasana yang mendukung sesuai dengan kodrat alam dan kodrat zaman siswa.
    Pembelajaran sosial dan emosional diberikan dalam tiga ruang lingkup yaitu:
  1. Rutin pada saat kondisi yang sudah ditentukan di luar waktu belajar akademik, misalnya kegiatan lingkaran pagi (circle time), kegiatan membaca setelah jam makan siang.
  2. Terintegrasi dalam pembelajaran misalnya melakukan refleksi setelah menyelesaikan sebuah topik pembelajaran, membuat diskusi kasus atau kerja kelompok untuk memecahkan masalah, dll. Guru perlu memilih teknik yang tepat untuk digunakan sesuai dengan karakteristik siswa. Artinya perlakuan yang dibuat untuk siswa dalam satu kelas sangat mungkin berbeda tergantung dari hasil analisis karakteristik siswa sebelumnya. Dalam hal ini penerapan pembelajaran berdiferensiasi sekaligus dilaksanakan.
  3. Protokol: menjadi budaya atau aturan sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama dan diterapkan secara mandiri oleh murid atau sebagai kebijakan sekolah untuk merespon situasi atau kejadian tertentu. Hal ini bisa dilakukan melalui kegiatan pembiasaan disiplin positif di sekolah yang sudah menjadi kesepakatan bersama.
Akhirnya, muara dari seluruh pembelajaran sosial dan emosional adalah terwujudnya kesejahteraan, salam dan bahagia lahir dan batin yaitu tercapainya kebahagiaan bagi diri pribadi (mamayu hayuning salira), kebahagiaan hidup bangsa (mamayu hayuning bangsa), dan kebahagiaan hidup manusia secara umum (mamayu hayuning manungsa).
Salam.

LihatTutupKomentar