Disiplin Positif Menumbuhkan Budaya Positif

Sekolah merupakan wadah bertemunya berbagai unsur yang bersama-sama saling mendukung untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Setiap sekolah memiliki aturan atau tata tertib sendiri yang mengatur kedisiplinan dan ketertiban warganya. Aturan ini tertuang dalam kode etik atau buku tata tertib yang disahkan oleh kepala sekolah. Aturan atau tata tertib ini biasanya dibuat melalui serangkaian prosedur yang melibatkan berbagai pihak seperti tim dari sekolah, komite, perwakilan orang tua dan siswa. Meski demikian, sering terjadi sekolah hanya melakukan satu kali proses tersebut dan selanjutnya sekedar melakukan sosialisasi aturan secara turun-temurun kepada siswa di tahun-tahun setelahnya. Apakah hal ini sudah sesuai dengan makna dari disiplin positif?

Disiplin positif adalah sebuah pendekatan yang dirancang untuk mengembangkan siswa menjadi pribadi dan anggota dari komunitas yang bertanggung jawab, penuh hormat, dan kritis. Disiplin positif bertujuan untuk bekerja sama dengan siswa membangun kekuatan siswa menggunakan penguatan positif (positive reinforcement) untuk mempromosikan perilaku yang baik. 

Disiplin positif memberikan siswa pedoman yang jelas untuk perilaku apa yang dapat diterima dan kemudian mendukung mereka ketika mereka belajar untuk mematuhi pedoman ini. Pendekatan ini secara aktif mempromosikan partisipasi siswa dan penyelesaian masalah dan di saat yang bersamaan juga mendorong orang dewasa, dalam hal ini yaitu pendidik, untuk menjadi panutan positif bagi siswa dalam perjalanan tumbuh kembang mereka. Ada nilai keteladanan yang harus bisa diberikan oleh guru kepada siswa ataupun siswa senior kepada juniornya. Dalam hal ini falsafah Ki Hajar Dewantara yaitu ing ngarsa sung tuladha memegang peranan yang sangat penting.

Berbicara tentang penerapan kedisiplinan di sekolah tentu tidak lepas juga dari pengaplikasian kedisiplinan di kelas. Setiap guru harus mampu membuat berbagai strategi untuk menyusun kesepakatan kelas sehingga dapat tercapai suasana pembelajaran yang kondusif dan efektif. Guru bersama dengan siswa merumuskan hal-hal yang akan disepakati untuk memperoleh tujuan maksimal. 

Kesepakatan kelas ini bersifat terbuka dan diketahui oleh semua orang. Jika antar guru memiliki poin yang sama tentang suatu kesepakatan maka tidak perlu lagi mencantumkan poin tersebut dalam kesepakatan lain. Artinya kesepakatan yang dibuat dengan guru A bisa juga disepakati lagi dan dilaksanakan bersama pada pembelajaran guru B. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat kesamaan pandangan tentang tujuan dari pembuatan kesepakatan kelas yaitu menciptakan suasana nyaman dan kondusif selama pembelajaran agar tercapai tujuan yang diharapkan. 

Tantangan dan kendala jelas akan selalu ada. Dibutuhkan komitmen dan konsistensi dari semua pihak agar kesepakatan yang dibuat bisa benar-benar terlaksana dengan baik. Kesepakatan ini bukanlah sesuatu hal yang dibuat untuk melegalkan hukuman jika siswa melakukan pelanggaran, namun melalui kesepakatan ini siswa diharapkan merasa terlibat dan bertanggungjawab atas apa yang mereka sepakati.

Penerapan disiplin positif secara konsisten akan menciptakan budaya positif yang baik di sekolah. Hal ini terjadi karena aturan yang dibuat merupakan hasil kesepakatan bersama yang melibatkan siswa dalam jangka waktu tertentu dan selalu dilakukan perbaruan setiap tahunnya. Memang tidak mudah mengenalkan disiplin positif secara cepat, namun melalui proses berkesinambungan hal ini bukanlah sesuatu yang mustahil. Sekolah bisa menggunakan inkuiri apresiatif dengan pendekatan BAGJA untuk menganalisis kekuatan yang dimiliki dan harapan yang akan dicapai dengan melibatkan berbagai elemen pendukung pendidikan sebagai kolaborator.




LihatTutupKomentar